PENGADILAN TIDAK BOLEH KALAH DENGAN AKSI PREMANISME PENGACARA-PENGACARA SONTOLOYO

Dr. Teguh Satya Bhakti, S.H.,M.H Praktisi dan Akademisi Hukum

Jakarta, 7 Februari 2025 , Media sosial saat ini sedang dihebohkan dengan adanya kericuhan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang melibatkan persoalan dua orang yang berlatar belakang pengacara. Satu pengacara memposisikan diri sebagai pelapor dan satu pengacara lainnya di posisi terdakwa.  Duduk perkara kasus ini berawal dari laporan Pelapor berupa pencemaran nama baik yang dilakukan oleh terdakwa sebagai akibat adanya tuduhan dugaan pelecehan atas nama pelapor.

Yang menjadi permasalahan penting dalam persoalan ini adalah, bukan karena jenis perkaranya dan bukan pula karena mereka yang berkonflik adalah orang yang merasa dirinya terkenal, melainkan karena adanya perilaku tidak pantas dan tercela di ruang sidang pengadilan (Misbehaving in Court) dan penyerangan terhadap integritas pengadilan (Scandalising the Court) yang dilakukan oleh oknum pengacara-pengacara sontoloyo di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Tidak berhenti sampai disitu saja, pasca peristiwa penghinaan terhadap kewibawaan pengadilan, masing-masing pihak yang berkonflik, baik pelapor maupun terdakwa, tanpa rasa malu-malu mencari pembenaran masing-masing dari peristiwa yang terjadi dan bahkan kemudian saling menyalahkan satu sama lainnya, termasuk tuduhan berlanjut terhadap independensi pengadilan berupa Sub-Judice Rule (melakukan penghinaan melalui publikasi atau pemberitahuan) di media sosial.

Entah apa yang yang ada di otak dan benak si pelapor dan maupun terdakwa berikut oknum pengacara-pengacara sontoloyo pada saat peristiwa itu terjadi, yang dengan seenaknya menjadikan konflik pribadi (dengan kasus yang remeh temeh) – sebagai ajang untuk mencari popularitas dengan cara merendahkan kewibawaan pengadilan sebagai lembaga negara. Sikap dan tindakan yang demikian, tidak hanya merendahkan dan merongrong martabat dan kehormatan kedudukan profesi advokat, melainkan juga termasuk sebagai tindakan yang memenuhi unsur Contempt of Court, yaitu tindakan yang merendahkan, melecehkan, atau merongrong kewibawaan serta martabat pengadilan.

Belajar dari peristiwa ini, kedepannya Pengadilan tidak boleh membiarkan keadaan ini terjadi lagi, Pengadilan tidak boleh kalah dengan aksi-aksi premanisme pengacara-pengacara sontoloyo yang tidak menghormati kewibawaan Pengadilan, Pengadilan tidak boleh didikte oleh para pihak-pihak yang berperkara, karena pengadilan adalah tempat manusia-manusia beradab meminta keadilan.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *