SURAT ELEKTRONIK BERUPA EMAIL DIAKUI SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA

Bukti elektronik dalam hal informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Penerapan hukum pembuktian ITE dalam hukum acara perdata yaitu perkara Prita Mulyasari mengenai gugatan perbuatan melawan hukum dari pihak Penggugat Omni Internasional Hospitas (OIH) terhadap pihak Tergugat Prita Mulyasari.

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dimasukkan dalam proses perdata dengan menggunakan alat bukti elektronik dianggap sebagai alat bukti yang  sah dan perpanjangan dari alat bukti yang sah apabila sistem elektronik tersebut digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, alat bukti elektronik juga harus didukung dengan keterangan dari ahli forensik digital  yang dapat memberikan informasi mengenai alat bukti elektronik tersebut, serta alat pendukung berupa peralatan elektronik audiovisual yang dilengkapi di ruang sidang untuk pemeriksaan  alat bukti elektronik tersebut.

Hal ini dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 300 K/PDT/2010, tanggal 28 September 2010, dalam pertimbangannya menyatakan bahwa:

“alat bukti email adalah bukti surat yang digunakan oleh Prita sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan yang dialaminya hal tersebut hanya merupakan keluhan Tergugat kepada teman-temannya, hal ini disebabkan keluhan Prita tidak kunjung direspon oleh pihak RS OMNI Internasional.”

Penerapan alat bukti ada dalam Pasal 1866 KUHPerdata, kasus Prita tersebut gugatan hanya pada alat bukti email, berarti kekuatan pembuktiannya sejajar dengan kekuatan pembuktian dalam Pasal 1866 KUHPerdata.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *