Penjelasan Andi Asrun tentang Pola dalam Sengketa Pilkada

Prof. Dr . Andi Muhammad Asrun S.H Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Pakuan ,Pakar Hukum Tata Negara

Jakarta, 14 Desember 2024 . Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi, Andi Muhammad Asrun sebagaimana dikutip dari laman (RM.id Rakyat Merdeka) memaparkan sejumlah pola yang sering terjadi dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam forum Bimbingan Teknis dan Pembekalan bagi Advokat untuk Menghadapi Perselisihan Hasil Pilkada 2024 di Jakarta, Kamis (21/11/2024), Asrun menyoroti perilaku para kuasa hukum yang mewakili pihak kalah.

 

Bacaan Lainnya

 

 

 

“Bukan hal baru jika kuasa hukum pemohon menunjukkan sikap emosional di persidangan MK. Bahkan, beberapa dari mereka mencoba mengangkat isu-isu yang sifatnya hanya gosip untuk dijadikan alat bukti. Padahal, gosip tanpa dasar tentu sulit dibuktikan secara hukum,” ujar Asrun dalam kegiatan yang digagas oleh Law Office Josua Victor & Partners dan Suryantara, Alfatah, & Partners tersebut. Acara ini berlangsung hingga Jumat (22/11/2024) dan dihadiri sekitar 50 advokat dari berbagai daerah di Indonesia.

Menurut Asrun, kuasa hukum pemohon seringkali bertindak atas dasar keinginan pasangan calon yang kalah demi memenuhi prinsip tanggung jawab. Hal ini kerap diwarnai dengan narasi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), meskipun minim bukti yang valid. “Semua itu sering hanya untuk terlihat menarik di mata publik,” tambahnya.

Sebaliknya, ia menekankan pentingnya ketenangan dan ketelitian bagi kuasa hukum pihak termohon yang mewakili penyelenggara pemilu. Mereka harus cermat memeriksa berbagai aspek formal seperti kewenangan, tenggang waktu, ambang batas, surat kuasa, serta kejelasan pokok permohonan. Ketidaksesuaian dalam berkas, seperti salah wilayah atau pengisian yang hanya copy-paste dari perkara lain, harus dijadikan dasar untuk mengajukan eksepsi.

“Eksepsi yang diajukan harus tegas dan langsung menyasar inti permasalahan, sehingga memudahkan hakim untuk memahami dan memutus perkara secara cepat, termasuk kemungkinan dismissal,” jelasnya.

Asrun juga menjelaskan, beban kerja kuasa hukum pihak terkait sebenarnya lebih ringan, karena sebagian besar tanggung jawab berada pada kuasa hukum penyelenggara pilkada.

Wahiduddin Adams Hakim Konstitusi (2019-2024)

Sementara itu, Hakim MK periode 2019-2024, Wahiduddin Adams, mengingatkan bahwa semua pihak dalam sengketa harus memastikan alat bukti yang disampaikan sah dan valid. Penyusunan daftar bukti yang rapi, dilengkapi dengan fisiknya, menjadi elemen penting.

“Kalau mengklaim ada penggelembungan suara, harus jelas di TPS mana, oleh siapa, berapa suara yang dimaksud. Semua ini harus disertai form C1 sebagai bukti otentik,” ujar Wahiduddin. Langkah tersebut, katanya, akan membantu hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dengan lebih efektif.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *