Kesejahteraan Hakim di Indonesia: Tuntutan Perubahan untuk Keadilan yang Lebih Baik

Kesejahteraan hakim di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Gaji pokok hakim setara dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) biasa tidak mencerminkan tanggung jawab besar yang mereka emban. Tunjangan jabatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tidak pernah mengalami penyesuaian selama 12 tahun terakhir, menjadikannya tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Data dari Bank Indonesia menunjukkan inflasi yang terus meningkat, sementara gaji dan tunjangan hakim tetap stagnan. Ini menyebabkan banyak hakim merasa bahwa penghasilan mereka tidak mencerminkan beban kerja yang sebenarnya.

Beban kerja yang tidak proporsional juga menjadi masalah serius. Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2023 menunjukkan bahwa banyak hakim di Indonesia Timur hanya diisi oleh dua hingga tiga orang, dengan satu hakim harus menangani ribuan perkara. Hal ini berdampak negatif pada kesehatan mental hakim, yang sering mengalami gangguan kecemasan dan terpaksa mencari bantuan psikologis.

Bacaan Lainnya

Selain itu, banyak hakim yang tidak lagi menerima tunjangan kinerja sejak 2012, membuat penghasilan mereka jauh di bawah standar yang layak. Tunjangan kemahalan juga tidak merata, terutama bagi hakim yang bertugas di daerah terpencil, sehingga tidak memberikan insentif untuk bertugas di wilayah tersebut. Banyak hakim terpaksa tinggal di kos-kosan dan menggunakan kendaraan pribadi karena fasilitas yang disediakan tidak mencukupi. Situasi ini membuat banyak hakim terpaksa hidup terpisah dari keluarga, berdampak pada kesejahteraan psikologis dan emosional mereka.

Dalam konteks ini, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia telah meluncurkan serangkaian tuntutan untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan hakim di seluruh Indonesia. Tuntutan tersebut meliputi:

1. Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012: Gerakan ini menuntut Presiden Republik Indonesia untuk segera merevisi peraturan ini mengenai hak keuangan dan fasilitas hakim, agar gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan tanggung jawab yang mereka emban.

2. Peraturan Perlindungan dan Jaminan Keamanan: Mendesak pemerintah untuk menyusun peraturan yang memberikan perlindungan dan jaminan keamanan bagi hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang dialami oleh hakim di berbagai wilayah. Jaminan keamanan ini penting agar hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman.

3. Dukungan untuk Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI: Gerakan ini juga mendukung Mahkamah Agung RI dan Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012 dan memastikan suara semua hakim di Indonesia didengar.

4. Aksi Cuti Bersama: Gerakan ini mengajak seluruh hakim untuk melakukan aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 sebagai bentuk protes damai, menunjukkan bahwa kesejahteraan hakim merupakan isu yang sangat mendesak.

5. Pengajuan RUU Jabatan Hakim: Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar segera dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) demi pengaturan kesejahteraan hakim yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Sebagai penutup, perjuangan ini bukan hanya tentang angka, tunjangan, atau gaji; ini adalah tentang martabat dan kehormatan setiap hakim yang berdiri tegak di atas prinsip keadilan. Ketika kesejahteraan para hakim terabaikan, keadilan itu sendiri sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia mengajak masyarakat untuk bersatu mendukung kesejahteraan hakim, demi terciptanya sistem peradilan yang kuat dan adil.

“Bersatu dalam solidaritas, untuk keadilan yang lebih baik bagi Indonesia.”

“Hakim Sejahtera, Hukum Terjaga, Masyarakat Berdaya.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *