
Dalam rangka memperkuat tata kelola penegakan hukum di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun), Ketua Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius S.H., M.H., telah memberikan pedoman pengawasan eksekusi yang sangat penting.
Pedoman ini dirancang untuk memberikan arahan yang jelas bagi para ketua dan panitera PTUN/PT TUN dalam tahap penanganan pengawasan eksekusi, serta memberikan panduan yang tepat dalam penerbitan produk hukum yang terkait.
Selain itu, pedoman ini juga memberikan arahan bagi pihak yang bersengketa mengenai tata cara pengajuan permohonan eksekusi di Peratun, sehingga dapat memastikan setiap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan secara efektif.
Pedoman ini juga berfungsi sebagai instrumen penting bagi lembaga lain yang terkait dalam mendukung terlaksananya putusan Peratun. Dengan adanya pedoman ini, ada kepastian waktu dalam tahapan pengawasan eksekusi, yang meminimalisir potensi terjadinya penundaan atau hambatan dalam proses eksekusi. Prinsip-prinsip yang dijunjung dalam eksekusi Peratun menekankan pada kepastian hukum, efisiensi, dan transparansi, sehingga semua pihak yang terlibat mendapatkan kejelasan tentang hak dan kewajibannya.
Lebih lanjut, pedoman ini juga mengatur tentang prosedur pencabutan permohonan eksekusi, termasuk kondisi-kondisi di mana eksekusi tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena adanya kendala hukum atau teknis. Selain itu, pedoman ini menjelaskan tahapan akhir dari pengawasan eksekusi, yang memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan memberikan hasil yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, pedoman ini tidak hanya memperkuat peran Peratun dalam penegakan hukum, tetapi juga memberikan jaminan bahwa setiap putusan yang telah ditetapkan dapat dieksekusi dengan baik dan tepat waktu.
Dr. Tri Cahya Indra Permana S.H.,M.H selaku Stafsus Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung RI menerangkan, bahwa dengan adanya Pedoman pengawasan Pelaksanaan Putusan PTUN tersebut, maka Adagium yang selama ini menyebutkan bahwa putusan Peratun seperti “macan ompong” sudah tidak tepat lagi. Karena jika para ketua PTUN menjalankan wewenangnya dalam eksekusi otomatis dengan menerbitkan penetapan bahwa KTUN objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum lagi, akan berdampak sangat besar bagi penegakan hukum administrasi.